Penyebab Harga Barang Mahal Akibat Inflasi Dan Blokade Ekonomi Oleh

Penyebab Harga Barang Mahal Akibat Inflasi Dan Blokade Ekonomi Oleh

Demand-pull Inflation

Kalo inflasi jenis ini, contoh yang paling gampang gini, elo pernah kepikir nggak kalo seandainya uang jajan lebih gede dari yang didapat sekarang.

Misalnya duit jajan elo sekarang sebulan Rp500.000, tiba-tiba Mama naikin uang jajan jadi Rp1.000.000/sebulan. Ya secara natural, biasanya elo terdorong untuk belanja lebih banyak daripada waktu duit jajan sedikit.

Nah, sekarang bayangin kalo fenomena ini terjadi dalam skala yang besar dalam masyarakat luas. Tiba-tiba semua orang pada doyan belanja!

Kalo permintaan naik, lagi-lagi elo bisa tebak sendiri gimana respon para pedagang dengan otak bisnisnya? Yup, lagi-lagi naikin harga.

Nah, rantai sebab-akibat inilah yang disebut Demand-pull Inflation atau Inflasi Tarikan Permintaan. Inflasi jenis ini terjadi karena adanya kelebihan permintaan secara agregat atau keseluruhan (Aggregate Demand/AD) sebuah negara.

Kenapa permintaan barang dan jasa kok bisa naik secara keseluruhan gitu sih? Biasanya penyebabnya adalah adanya kelebihan likuiditas atau peningkatan jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Cara Penanggulangan Inflasi

Oke, sekarang elo tahu bahwa inflasi bisa berdampak positif dalam takaran tertentu, tapi bisa negatif jika kebablasan. Elo juga udah tau pengklasifikasian bahaya inflasi. Sekarang pertanyaan berikutnya adalah:

Bagaimana caranya mengendalikan tingkat inflasi sebuah negara supaya ga kebablasan?

Pastinya pihak pemerintah punya jurus tertentu dong agar tidak terjadi inflasi yang kebablasan. Gimana sih cara ngejaganya? Salah satu perangkat negara ada yang namanya bank sentral.

Kalo di Indonesia, bank sentralnya dikenal dengan nama Bank Indonesia. Nah, salah satu tugas BI inilah untuk menjaga inflasi agar tetap pada level yang wajar. Gimana caranya?

Yang pertama adalah dengan menentukan tingkat suku bunga acuan, yang juga dikenal dengan BI Rate. Selain itu, ada juga kebijakan pengendalian Jumlah Uang Beredar (JUB) atau Money Supply.

Mungkin elo bingung, apa hubungannya tingkat suku bunga dengan pengendalian inflasi? Jadi gini penjelasannya:

Ada 1 tolak ukur yang selalu menjadi landasan bagi para pelaku ekonomi (pengusaha, pedagang, investor, dll) untuk membuat keputusan. Tolok ukur itu adalah tingkat bunga.

Tingkat bunga yang dimaksud di sini, mencakup banyak hal, contohnya bunga tabungan masyarakat, bunga deposito, bunga kredit pinjaman bank, dll.

Nah, naik-turunnya tingkat bunga ini akan menjadi landasan bagi para pelaku ekonomi untuk memutuskan uang mereka mau digerakkan ke mana, apakah disalurkan untuk berinvestasi, disimpen di bank, atau diputer uangnya dalam usaha ekonomi riil.

Dalam kondisi ini, Bank Indonesia (BI) adalah pihak yang berwenang untuk menentukan BI Rate.

BI Rate inilah yang akan menjadi acuan bagi para bankir untuk mengambil keputusan berapa persen bunga tabungan masyarakat, berapa % bunga deposito, bunga berbagai kredit yang diberikan oleh bank kepada masyarakat, dll.

Terus gimana ceritanya BI rate ini bisa mengendalikan inflasi supaya gak terlalu tinggi?

Sederhananya gini, begitu BI melihat laju inflasi tinggi, BI Rate akan mereka naikkan! Lho kok malah dinaikkan?

Tujuannya adalah agar masyarakat dan investor menyetorkan uangnya ke bank dalam berbagai bentuk, bisa jadi simpanan atau deposito, ataupun instrumen pasar modal lainnya.

Lho iya dong, kalo bunga tinggi kan lebih untung kalo duit kita ditaro di bank, aman bebas risiko, duit nambah terus secara otomatis, ga perlu repot investasi atau jalanin usaha yang berisiko gagal.

Tapi di sisi lain, tanpa sadar hal itu juga akan berpengaruh pada jumlah uang beredar. Karena semakin kecil jumlah uang beredar, inflasi semakin bisa ditekan.

Yang kedua, BI harus mengontrol inflasi namanya Operasi Pasar Terbuka atau Open Market Operation. Prinsipnya sama, yaitu pengontrolan jumlah uang yang beredar di masyarakat.

Namun untuk bisa meminimalisir jumlah uang beredar, BI secara aktif melakukan penjualan atau pembelian surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, yang dikenal dengan Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI ini bentuknya macem-macem, dari surat-surat berharga (tanah), sampai kepemilikan saham, dsb.

Tujuannya adalah supaya pelaku ekonomi tertarik untuk membeli SBI sehingga jumlah uang beredar jadi berkurang dan beralih menjadi bentuk tabungan.

Kedua cara di atas sebetulnya bisa dilakukan untuk mengontrol deflasi (kebalikan dari inflasi). Jika BI melihat bahwa deflasi sudah semakin parah, maka BI akan menurunkan BI rate dan akan membeli surat-surat berharga.

Tujuannya supaya uang beredar bertambah. Sebaliknya kalo BI menilai bahwa jumlah uang yang beredar itu terlalu sedikit sehingga inflasi jadi terlalu rendah, maka BI akan melakukan pembelian SBI dari masyarakat.

Tujuan lainnya supaya masyarakat memegang uang lebih banyak dan meningkatkan konsumsinya, sehingga pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Oh iya, selain materi Ekonomi, elo juga bisa belajar mata pelajaran lainnya lho bareng Zenius, kayak Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Geografi, dll.

Elo bisa gabung ke paket Zenius Aktiva Sekolah yang bisa bantu elo #GantiCaraBelajar materi sekolah khusus TA 2022/2023 dengan live bersama Master Tutor!

Selain itu, di tahun ajaran baru ini, elo juga bisa dapet diskon hampir 80% lho. Elo bisa langsung pilih jenis paket Zenius Aktiva Sekolah sesuai kebutuhan dengan klik banner di bawah ini ya!

Dan buat elo yang mau liat pembahasan soal dan kumpulan materi dari berbagai mata pelajaran termasuk materi yang sering muncul di UTBK yang dijelaskan langsung oleh tutor-tutor master Zenius, elo bisa liat contoh soal dan pembahasan lengkapnya dengan cara klik banner ini ya!

Kalau elo punya pertanyaan maupun pernyataan, jangan ragu buat komen di kolom komentar, oke?

Sampai sini dulu artikel inflasi dan hubungannya dengan kenaikan harga kali ini dan sampai jumpa di artikel selanjutnya Sobat Zenius!

Originally published: November 25, 2016Updated by: Arieni Mayesha dan Sabrina Mulia Rhamadanty

Pernahkah anda merasa bahwa semakin lama, harga barang dan jasa semakin naik?

Ingatlah masa-masa SD dulu, di mana harga bakso dijual dengan harga yang sangat terjangkau, bahkan bisa mencapai hanya 5.000 rupiah atau bahkan lebih murah lagi.

Namun, di tahun 2023 ini, harga bakso bisa mencapai 15.000 rupiah. Begitu pula dengan ongkos angkot, yang dulu hanya 2.000 rupiah, kini telah naik menjadi 5.000 rupiah.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada bakso atau ongkos angkot, melainkan pada berbagai jenis barang dan jasa.

Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI)

Intinya IHK adalah sebuah indeks berdasarkan harga yang dibayarkan oleh konsumen untuk membeli barang dan jasa tersebut. Di Indonesia, tim BPS mengumpulkan data harga konsumen, yaitu agregat  harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat umum di Indonesia.

Apakah itu berarti semua barang dan jasa yang dibeli? Ya engga dong, bisa gempor mereka kalo ngumpulin semua data harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat seluruh negeri yang jumlahnya lebih dari 240 juta jiwa.

Jadi tim BPS menentukan sekelompok barang dan jasa yang dijadikan acuan untuk menghitung inflasi, mencakup antara 225-462 barang dan jasa yang dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok pengeluaran seperti misalnya: bahan makanan, makanan jadi, minuman, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, transportasi, komunikasi, dll

Setelah mengambil data tersebut pada 82 kabupaten dan kota di Indonesia, kemudian penghitungan berdasarkan IHK itu diolah dengan menggunakan rumus:

Jadi pada prakteknya, IHK inilah yang paling umum digunakan untuk menghitung laju inflasi oleh berbagai negara di seluruh dunia. Nih dari tabel di bawah ini elo bisa liat deh hasil penghitungan laju inflasi yang dilakukan oleh BPS.

Harga BBM naik -> Ongkos Distribusi Naik -> Biaya Produksi Naik -> Harga Barang Naik

Ketika daya beli masyarakat naik, maka jumlah permintaan terhadap bergabai jenis barang akan naik juga,. Jika barang dagangan laku tetapi ketersediaan barangnya terbatas, pedagang cenderung menaikkan harga agar keuntungannya bertambah, ujung - ujungnya akan terjadi kenaikkan harga yang berdampak pada inflasi.

Negara umumnya berdagang satu sama lain, harga barang impor bisa naik karena banyak faktor. Misalnya, karena negara asal produksi sedang mengalami inflasi yang tinggi atau karena ada kebijakan baru di bea cukai hingga ada tambahan potongan pajak, biaya administrasi, dll. Jika importir mendapatkan barang dengan harga modal tinggi, mereka cenderung menaikkan harga untuk konsumen dalam negeri.  Inflasi tidak hanya disebabkan oleh faktor dalam negeri, tapi juga faktor luar negeri.

Penjelasan di atas merupakan 4 dari banyaknya penyebab terjadinya inflasi, mungkin bisa kita bahas di lain waktu, semoga bermanfaat :).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Lihat Financial Selengkapnya

SHAH ALAM - Kenaikan harga barang dan perkhidmatan berkemungkinan akan berlaku pada tahun hadapan memandangkan beberapa perkara yang diumumkan dalam Belanjawan 2025 memberi kesan kepada pemain industri seperti peluasan skop Cukai Jualan dan Cukai Perkhidmatan (SST) dan kenaikan kadar gaji minimum kepada RM1,700 sebulan.

Pakar Ekonomi Universiti Sains dan Teknologi Malaysia (MUST), Profesor Emeritus Dr Barjoyai Bardai berkata, peniaga juga dijangka mengambil kesempatan untuk menaikkan harga barang susulan peningkatan gaji penjawat awam serta penyasaran subsidi petrol RON95.

“Lazimnya peniaga memang sentiasa mencari peluang untuk meningkatkan harga dan wujud peluang itu kerana mulai 1 Disember ini gaji penjawat awam meningkat sebelum kenaikan gaji minimum berkuat kuasa 1 Februari 2025.

“Peniaga melihat pengguna mempunyai kuasa beli yang lebih dan mereka menaikkan harga dengan alasan terpaksa membayar gaji lebih, kos overhead selain peningkatan kos belian barang premium yang diimport serta barang-barang tersenarai bawah peluasan SST,” katanya.

Dalam pembentangan Belanjawan pada Jumaat lalu, Perdana Menteri, Datuk Seri Anwar Ibrahim mengumumkan kerajaan akan melaksanakan peluasan skop SST secara progresif berkuat kuasa 1 Mei 2025.

Barjoyai turut tidak menolak kemungkinan kenaikan harga barangan dan perkhidmatan berkenaan berlaku dalam peratusan yang agak tinggi kerana peniaga akan mengambil kira kesan pengganda daripada kenaikan kos dan cukai yang mereka alami.

“Kesan berangkai berlaku di segenap peringkat perniagaan misalnya, di peringkat pengeluar kerana apabila gaji naik dan berlaku peluasan cukai, mereka akan mengalami kenaikan kos. Kenaikan kos itu akan diserap dalam harga barang.

“Apabila pemborong ambil barang itu dengan harga yang naik, barang itu akan pergi kepada peruncit dengan harga turut meningkat sebelum ia sampai kepada peniaga makanan.

“Peniaga makanan pula akan menaikkan harga pada kadar jauh lebih tinggi daripada kenaikan kos,” ujarnya.

Barjoyai menjelaskan, akhirnya akan dapat dilihat bahawa semua peringkat perniagaan menaikkan harga sekali gus menjadikan kenaikan harga berlaku secara meluas.

“Jadi peningkatan harga diramal agak besar walaupun kadar inflasi negara hari ini tidak sampai dua peratus.

“Bagaimanapun saya tidak dapat anggarkan peratus kenaikan harga ini secara spesifik. Namun ketika ini kos makanan semuanya sedang meningkat dan ia akan terus menaik,” katanya.

Justeru, beliau menyarankan kerajaan menerusi Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Kos Sara Hidup menggerakkan secara lebih agresif pasukan pemantau untuk pastikan peniaga tidak menaikkan harga sewenang-wenangnya melebihi apa yang sepatutnya.

Cara Menghitung Inflasi Tahunan

Nah, setelah elo sudah mengetahui komponen-komponen yang menyebabkan inflasi, gue harap itu semua udah cukup menjawab pertanyaan kenapa harga barang yang dikonsumsi sehari-hari selalu naik setiap tahun.

Sekarang masalahnya, tingkat kenaikan itu bisa dihitung ga? Seberapa besar tingkat inflasi? Sampai sejauh mana inflasi dikatakan wajar? Bagaimana cara mengukurnya?

Biasanya di tiap negara ada sebuah badan pemerintah yang ngurusin statistik. Di Indonesia punya Biro Pusat Statistik (BPS).

Setiap bulan BPS mempublikasikan inflasi Indonesia berapa persen dan angka ini didapet dari hasil pengumpulan data yang kemudian diolah lebih lanjut.

Data yang dikumpulin tuh data apa sih? Secara teori, ada beberapa pendekatan yang digunakan, di artikel ini gue akan bahas 2 pendekatan yang paling populer yaitu: Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) dan Indeks Harga Produsen atau Producer Price Index (PPI). Gimana penjelasan dari 2 pendekatan di atas?

Permintaan dan Penawaran: Salah Satu Penyebab Utama Inflasi

Salah satu faktor utama yang menyebabkan inflasi adalah prinsip dasar ekonomi, yaitu hukum permintaan dan penawaran.

Jika permintaan akan suatu barang atau jasa meningkat, sementara penawarannya terbatas, maka harga barang tersebut akan cenderung naik.

Ini adalah refleksi dari mekanisme pasar yang menciptakan keseimbangan antara penawaran dan permintaan.

Contoh konkret dari dampak hukum permintaan dan penawaran terhadap inflasi adalah fenomena demam "Korean Wave" yang melanda banyak negara, termasuk Indonesia.

Lihat Money Selengkapnya

Jenis Inflasi Berdasarkan Asal Penyebabnya

Oke, secara garis besar elo pasti makin paham penyebab dari fenomena inflasi. Tapi yuk coba gali lagi lebih mendalam tentang penyebab inflasi.

Dalam melihat fenomena ekonomi secara nyata, gak bisa lupa bahwa dunia udah semakin terintegrasi, terutama dari sisi ekonominya.

Gampang banget ngeliatnya di kehidupan sehari-hari. Coba deh cek, seluruh gadget elo buatan mana? peralatan elektronik rumah tangga seperti AC, kulkas, TV, rice-cooker, dll buatan mana? Nah, ada banyak banget produk yang digunakan itu tidak hanya melibatkan industri dalam negeri lho.

Hubungan industri ini gak hanya dalam level barang konsumsi saja, tapi juga pada level bahan baku, seperti biji besi, timah, kapas, gula, pasir, kayu, semen, dll.

Dari situ dapat dilihat bahwa iklim industri di luar akan berdampak juga pada kondisi ekonomi di Indonesia, dan juga sebaliknya.

Hubungan ekonomi antar negara inilah yang juga memungkinkan terjadinya inflasi. Inflasi yang terjadi di negara lain bisa ikutan “kebawa-bawa” sampai ke Indonesia juga lho ketika belanja dari negara lain.

Makanya inflasi juga bisa dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu Imported Inflation dan Domestic Inflation.

Inflasi jenis ini bisa terjadi ketika negara melakukan pembelian dari negara yang sedang mengalami inflasi yang tinggi, sehingga barang-barang di negara tersebut kan tinggi tuh.

Jadi kebawa deh harga tingginya itu ke pasar domestik. Misalnya pemilik toko alat elektronik seperti handphone atau laptop, yang bahan bakunya kebanyakan berasal dari China.

Kalo pas China lagi mengalami inflasi yang tinggi, maka harga barang-barang tersebut dari negeri asalnya juga pasti akan jadi lebih mahal kan?

Karena para importir di Indonesia mendapatkan barang dengan harga lebih mahal dari biasanya, apa yang mereka lakukan pas dijual di Indonesia?

Yak, harganya juga akan lebih mahal. Inilah yang disebut dengan imported inflation, karena inflasi yang sebenernya terjadi di negara lain jadi kebawa-bawa masuk ke negara melalui hubungan dagang tadi.

Inflasi domestik berarti dalam negeri dong, maksudnya gimana nih? Hal ini terjadi sebagai akibat dari pengambilan kebijakan-kebijakan ekonomi dalam negeri yang kurang tepat.

Nanti gue bakalan bahas tentang penanggulangan inflasi melalui berbagai kebijakan dari Bank Indonesia. Nah, kalo pengambilan kebijakan itu dilakukan di saat yang tidak tepat, maka bisa jadi terjadi inflasi.

Selain kesalahan keputusan dari Bank Indonesia, kebijakan pemerintah yang pada akhirnya menyebabkan harga terdorong naik adalah kebijakan mengenai pajak.

Kalo elo masih inget tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (konten zenius.net kelas XI K2013 tentang APBN dan APBD).

Di situ dibahas salah satu sumber pendapatan pemerintah adalah melalui penerimaan pajak yang harus dibayarkan oleh perorangan dan juga oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia.

Nah, kalo pemerintah menetapkan pajak yang terlalu rendah, sedangkan belanja negaranya tinggi, akhirnya kan APBN-nya defisit. Kalo udah defisit gitu, kemungkinan besar pemerintah harus memotong anggaran belanjanya.

Kalo yang dipotong adalah anggaran belanja untuk pembangunan infrastruktur, ini berpotensi untuk memicu inflasi.

Karena akhirnya distribusi barang jadinya terganggu karena dukungan infrastruktur yang kurang. Hal kayak inilah yang disebut dengan domestic inflation, karena disebabkan oleh faktor-faktor yang terjadi di dalam negeri.

Jenis Inflasi Berdasarkan Penyebabnya

Oke, sekarang gue harap elo udah paham tentang 2 komponen dasar yang mempengaruhi inflasi.

Sekarang, yuk telusuri lebih detail lagi tentang fenomena inflasi: Seorang ekonom bernama John M. Keynes punya pandangan bahwa penyebab dari fenomena inflasi bisa dibagi menjadi 2 jenis, yaitu Cost-push Inflation dan Demand-pull Inflation.

Elo tau nggak kalo bulan Februari 2022 harga BBM pertalite di Kepulauan Riau, harganya Rp8.000/liter! Loh kok mahal amat?

Di kawasan Indonesia Barat terutama di Pulau Jawa, harganya dipukul rata yaitu Rp7.650/liter.

Kenapa bisa beda begitu? Karena sebelum tahun 2016, pemerintah memang masih sangat kesulitan melakukan proses distribusi BBM ke daerah Indonesia timur karena keterbatasan infrastruktur dan transportasi.

Akibatnya, pasokan BBM di sana jumlahnya jauh lebih sedikit daripada kebutuhan masyarakatnya. Orang yang butuh banyak, tapi jumlah pasokan barang sedikit. Ujung-ujungnya apa?

Ya supaya terseleksi siapa yang layak kebagian barang, harganya meningkat setinggi langit! Secara teori di pelajaran ekonomi seringkali dijelaskan dengan D>S, kelebihan permintaan (excess demand), maka P akan naik.

Nah, situasi yang seperti inilah yang dikenal dengan Cost-push Inflation atau Inflasi Desakan Harga.

Inflasi jenis ini terjadi karena kelangkaan barang akibat dari proses distribusi yang ngga lancar, atau terjadi bencana alam, panen gagal, atau kesulitan mendapatkan bahan baku sehingga proses produksi jadi terganggu.

Ridho Ilahi | Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keluhan tentang mahalnya harga kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat kembali mencuat akhir-akhir ini. Anehnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) justru menunjukkan bahwa inflasi di Indonesia relatif rendah. Pada 2022, inflasi tercatat sebesar 5,42%, sedangkan pada 2023 hanya 2,86%. Bahkan hingga November 2024, inflasi berada pada tingkat 1,55%, dengan empat bulan berturut-turut mengalami deflasi. Lantas, mengapa masyarakat tetap merasa harga barang semakin mahal?

Inflasi adalah ukuran kenaikan harga barang dan jasa secara keseluruhan. Tapi di balik angka-angka tersebut, ada cerita yang lebih rumit. Kalau harga sebagian besar barang stabil atau turun, inflasi terlihat rendah meskipun harga beras, gula atau minyak goreng melambung tinggi. Di sinilah letak masalahnya. Bagi kebanyakan orang, terutama yang berpenghasilan rendah, barang-barang seperti beras atau minyak goreng adalah kebutuhan utama. Kalau harga barang-barang itu naik, mereka langsung merasa terpukul, meskipun inflasi secara keseluruhan tetap rendah.

Baca Juga: Langkah RI Menciptakan Mini World Bank, Pembiayaan Khusus Untuk Infrastruktur Daerah

Bayangkan dua keluarga, satu berpenghasilan tinggi dan satu lagi pas-pasan. Keluarga kaya membeli berbagai macam barang: kebutuhan pokok, barang mewah, hingga liburan. Kalau harga beras naik, hanya sedikit memengaruhi anggaran karena total pengeluarannya tersebar di banyak hal.

Sebaliknya, keluarga berpenghasilan rendah dominan menghabiskan pendapatan mereka untuk kebutuhan pokok. Jadi, kalau harga bahan makanan naik, dampaknya terasa sangat besar. Wajar jika mereka sering mengeluh. Ini sejalan dengan Hukum Engel, yang mengatakan bahwa semakin rendah pendapatan seseorang, semakin besar proporsi penghasilannya yang dihabiskan untuk kebutuhan dasar. Kenaikan harga bahan pokok sedikit saja cukup membuat mereka kewalahan.

Baca Juga: Saham EMTK & SCMA Melejit, Berkat Kinerja Vidio Atau Sentimen Akumulasi Induk Usaha?

BPS mencatat inflasi makanan, minuman, dan tembakau (kelompok yang sering dikonsumsi masyarakat berpenghasilan rendah) mencapai 0,56% (mtm) pada November 2024. Bandingkan dengan inflasi umum yang hanya 0,24% (mtm) pada November 2024.

Jadi, meski inflasi terlihat rendah, bagi masyarakat miskin, kenyataan di lapangan sangat berbeda. Hal ini juga tecermin dari kenaikan garis kemiskinan (GK). Pada Maret 2024, GK berada di level Rp 582.932 per kapita per bulan, naik dari Rp 550.458 tahun sebelumnya. Dengan penghasilan segitu, orang miskin semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar, apalagi kalau penghasilannya tidak ikut naik.

Baca Juga: Melelang Harta Koruptor nan Mewah

Kenaikan GK menunjukkan untuk keluar dari kemiskinan pendapatan orang miskin harus tumbuh lebih cepat daripada inflasi. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 5% tidak cukup untuk mengejar kenaikan GK yang mencapai 5,9%. Kelompok rentan miskin juga berada dalam bahaya. Mereka yang sebelumnya "nyaris tidak miskin" bisa saja jatuh ke jurang kemiskinan jika harga bahan pokok terus naik tanpa diimbangi kenaikan pendapatan.

Mulai Investasi Sejak Dini dengan OCTO Mobile

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, bahwa investasi merupakan salah satu cara mengantisipasi inflasi yang bisa dilakukan.

Kini, berinvestasi semakin mudah dilakukan hanya dengan beberapa klik melalui aplikasi OCTO Mobile dari CIMB Niaga.

OCTO Mobile menyediakan berbagai pilihan produk investasi reksa dana, obligasi, hingga valas yang bisa Anda sesuaikan dengan profil risiko investasi.

Jadi, tunggu apalagi? Segera mulai investasi sejak dini bersama CIMB Niaga sekarang juga. Yuk, #GetWealthSoon!

Pernah nggak sih kamu merasa "Kok semakin lama, harga barang semakin naik ya ?". Dulu, harga siomay di pinggir jalan bisa hanya Rp 2.000/porsi atau bahkan lebih murah, tetapi di tahun 2022 ini bisa mencapai Rp 10.000 - Rp 15.000/porsi. Faktanya, harga barang dan jasa semakin lama memang akan terus meningkat. Sebenarnya apa sih yang terjadi? kenapa harga terus naik dan kenapa harga tidak terus sama nominalnya seperti dulu? Yuk simak pembahasannya!

Dalam ekonomi, fenomena ini dinamakan "Inflasi", yaitu fenomena kenaikan barang & jasa secara gradual atau bertahap secara terus menerus. Kalau hanya dilihat dari kacamata kenaikan harga, pertanyaan yang mungkin muncul dipikiran kita adalah, kok bisa ya harga barang barang bisa naik secara bersamaan? Jawabannya adalah, fenomena ekonomi ini terjadi secara natural karena ada perubahan di beberapa komponen dalam perputaran roda ekonomi.

Selain berkaitan dengan kenaikan harga, inflasi juga diartikan sebagai penurunan nilai uang yang kita punya. Misal, barang atau jasa yang bisa kita beli dengan uang Rp 50.000 di tahun 2005 itu tidak sama dengan apa yang bisa kita dapat di tahun 2022.

Inflasi biasanya juga diimbangi dengan upah atau gaji karyawan yang naik setiap tahunnya. Tidak sedikit orang yang salah mengartikan bahwa naiknya harga barang setiap tahun adalah cermin dari ekonomi yang buruk, padahal sebetulnya tidak seperti itu.

Dalam konteks inflasi, Indonesia tidak sendiri dalam menghadapi inflasi, tetapi negara-negara lain juga mengalami inflasi. Fenomena inflasi ini bisa dibilang wajar dan umum terjadi, bahkan di negara - negara yang dianggap maju dari segi ekonomi.

Inflasi biasanya dinyatakan dalam bentuk persentase yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik), BPS akan memonitor pergerakan harga barang dan jasa setiap bulannya, mulai dari harga - harga kebutuhan pokok yang dibutuhkan semua orang, perumahan, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi, bahan bakar, dan juga rekreasi.

BPS juga yang akan mengolah data sampai mendapat angka inflasi di Indonesia, kita bisa lihat angka tersebut di website BPS atau di website Bank Indonesia.

Inflasi atau kenaikan harga yang terjadi tidak selalu dipicu oleh kebijakan pemerintah atau lembaga - lembaga tertentu saja, tetapi bisa terjadi secara natural yang prosesnya dilakukan tanpa sadar oleh kita semua sebagai pelaku ekonomi. Berikut 4 hal penyebab terjadinya inflasi,